Rabu, 21 Maret 2018

Belajar dari Li Ka-shing

Ketika artikel ini ditulis, penulis sedang berada di Hong Kong, untuk bertemu dan makan siang dengan Li Ka-shing. Well, just kidding, saya cuma bisa berkunjung ke lobby gedung kantornya saja yakni Cheung Kong Center, untuk kemudian duduk-duduk manja di taman di belakang gedung. CK Center, yang berlokasi di daerah Central, Hong Kong, merupakan kantor pusat dari CK Hutchison Holdings, perusahaan investasi milik Mr. Li, yang kalau penulis sendiri menyebutnya sebagai Berkshire Hathaway-nya Asia, karena cara kerjanya sangat mirip: CK Hutchison selalu membeli aset-aset bagus pada harga murah, dimana jika aset tersebut tidak dijual kembali beberapa waktu kemudian pada harga yang jauh lebih tinggi, maka tetap dipegang sebagai cash machine. Per akhir tahun 2016, CK Hutchison memiliki aset bersih HK$ 544 milyar, atau setara Rp925 trilyun. Mr. Li sendiri, menurut Forbes, memiliki kekayaan sekitar US$ 33.6 milyar atau setara Rp443 trilyun, yang menjadikannya sebagai salah satu orang terkaya di Asia.


Nah, jika dibanding Warren Buffett, maka Li Ka-shing memang tidak begitu terkenal, karena ia jarang menulis atau berbicara tentang value investing maupun investasi secara umum. Tapi tahukah anda bahwa Mr. Li sering diundang untuk memberikan pidato di kampus-kampus? Dalam pidatonya tersebut Mr. Li tidak banyak bicara tentang bisnis ataupun investasi, melainkan lebih banyak tentang virtue, tentang kebajikan dan kebijaksanaan, yang diperoleh dari pengalamannya sendiri sebagai seorang pebisnis dan investor selama puluhan tahun. Dan penulis sendiri sangat menyukai pidato-pidato tersebut, terutama karena pilihan kata-katanya yang sangat bagus. Berikut adalah salah satu dari banyak pidato Mr. Li, yang sudah penulis terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Catatan: Pidato aslinya adalah dalam Bahasa Mandarin, yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan ditampilkan di website www.lksf.org, lalu diterjemahkan lagi ke dalam Bahasa Indonesia. Jadi hasil terjemahan dibawah ini mungkin tidak sepenuhnya tepat, terutama karena ada banyak sekali kosa kata dalam Bahasa Mandarin yang tidak terdapat dalam Bahasa Inggris maupun Indonesia.

‘The Art of Giving’

Terima kasih telah menghargai saya sebagai seorang pebisnis yang sukses. Dukungan serta dorongan yang telah anda berikan, saya sangat mengapresiasinya.

Salah satu pertanyaan yang sering saya terima adalah tentang bagaimana cara untuk menjadi pebisnis atau pengusaha yang sukses. Namun faktanya, saya tidak bisa mendorong orang-orang untuk menjalani peran yang sama seperti yang saya jalani. Saya selalu melihat diri saya sebagai seorang manusia terlebih dahulu, kemudian baru sebagai pengusaha. Setiap orang memiliki peran dan posisinya masing-masing dalam hidup, entah itu sebagai pengusaha, politisi, artis, pekerja profesional, dan lainnya. Saya pikir kunci kesuksesan adalah terkait bagaimana anda mengelola kecerdasan intelektual serta moral yang anda miliki. Menjalani kehidupan tanpa menerapkan prinsip-prinsip moral, adalah seperti hidup tanpa arah tujuan. Kombinasi yang tepat antara kecerdasan intelektual dan moral akan memungkinkan anda untuk sukses dalam bidang serta peran apapun yang anda lakukan, dan anda bisa tetap menjadi diri anda sendiri/tidak harus berubah menjadi orang lain. Anda akan menjalani kehidupan yang amat sangat menyenangkan, jika anda mampu meraih sukses dengan menjadi diri anda sendiri, berdasarkan kemampuan dan kapasitas yang anda miliki sejak awal.

Selama ribuan tahun, masyarakat Negeri China telah menempatkan kelompok pedagang di posisi paling bawah dalam strata sosial, dibawah kelompok pejabat negara dan militer, petani, dan pekerja. Sejarawan terkenal, Sima Qian, mengatakan bahwa pedagang bertugas untuk melayani masyarakat dengan cara mendistribusikan barang dan jasa, mengelola risiko, dan menggunakan sumber daya serta modal secara efisien. Namun pengertian ini sering disalah artikan, yang kemudian menimbulkan kesan bahwa semua pedagang hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Fakta yang harus disayangkan adalah, ada banyak pedagang dan pebisnis yang mengorbankan prinsip-prinsip moral dan integritas mereka untuk meraih keuntungan. Mereka tidak membantu atau memberikan manfaat bagi masyarakat, melainkan justru sebaliknya. Namun demikian, sebagian besar pebisnis mengerti bahwa kemajuan dalam masyarakat secara keseluruhan, termasuk kemajuan bisnisnya sendiri, itu membutuhkan dorongan niat, kerja keras, dan ketekunan. Dan yang lebih penting, mereka mengetahui bahwa keadilan sosial dalam masyarakat hanya bisa dibangun berdasarkan kepercayaan, dan integritas.

Sejak masih kanak-kanak, saya sangat suka cerita-cerita sejarah. Sudah tentu, ‘cerita’ disini tidak terbatas hanya pada cerita tentang tokoh-tokoh terkenal. Peristiwa-peristiwa penting terjadi di sekitar kita, dan mereka seringkali menjadi sumber inspirasi, dan terkadang, sumber dari profit yang sangat besar. Saya yakin sebagian dari anda pernah mendengar cerita tentang konglomerat Amerika yang terkenal, Rockefeller, dan seorang anak penyemir sepatu. Di pertengahan tahun 1929, atau hanya sesaat sebelum Wall Street crash, Rockefeller sedang duduk santai sambil membiarkan sepatunya disemir oleh seorang anak, dan si anak kemudian memberikan tips tentang cara bermain saham. Pada saat itulah Rockefeller menyadari bahwa kalau seorang anak kecil saja sudah bermain di pasar modal, dan bahkan menganggap bahwa dirinya expert (sehingga ia berani memberikan tips cara bermain saham), maka itu berarti pasar saham Amerika bakal segera meledak. Rockefeller kemudian menjual hampir seluruh saham-sahamnya, dan alhasil ia menjadi satu dari sedikit investor yang tetap kaya ketika Wall Street kemudian mengalami kejatuhan terbesarnya dalam sejarah.

Fan Li adalah seorang pejabat tinggi di Kerajaan Yue di jaman China kuno, yang sukses membantu Raja Gou Jian dalam membangun perekonomian dan militer Kerajaan Yue, hingga mampu menaklukan negara tetangga yang lebih kuat, Kerajaan Wu. Namun kemudian, setelah menyadari bahwa sang Raja tidak lagi membutuhkan bantuannya, Fan Li merasa khawatir, sehingga ia mengundurkan diri dari jabatannya, mengasingkan diri, berganti nama, dan melepaskan semua ketenaran dan kekayaan yang ia miliki. Ia beralih profesi menjadi pedagang obat-obatan tradisional, dan setelah beberapa waktu, Fan Li sekali lagi sukses mengumpulkan kekayaan yang besar, yang kemudian ia berikan begitu saja kepada orang-orang, karena khawatir bahwa kekayaan tersebut akan menimbulkan kecemburuan sosial.

Benjamin Franklin adalah seseorang yang benar-benar besar. Ia merupakan filsuf, politisi, diplomat, penulis, ilmuwan, pebisnis, dan bahkan pemain musik. Tapi di batu nisannya hanya tertulis satu kalimat pendek, ‘Benjamin Franklin. Printer’.

Ben Frankin lahir tahun 1706 di Boston, Massachusetts. Franklin tidak mengambil pendidikan formal yang tinggi, namun ia mampu belajar secara otodidak. Ben Franklin kecil sangat suka membaca hingga ia, pada usia 12 tahun, bekerja pada saudaranya, yang merupakan penerbit, dan disitulah kariernya sebagai penerbit (atau ‘printer’) dimulai. Pada tahun 1730, Franklin membeli The Pennsylvania Gazette. Almanak ‘Poor Richard’, diterbitkan oleh Franklin dengan nama samaran Richard Saunders, menjadi buku best seller kedua setelah kitab Bible. Franklin sangat bijaksana melebihi usianya, dan dedikasinya untuk orang banyak telah menghasilkan reputasi yang baik serta kepercayaan dari publik. Sejak tahun 1748 dan seterusnya, ia membangun banyak fasilitas umum mulai dari perpustakaan, sekolah, hingga rumah sakit. Setelah menjadi sangat terkenal, Franklin mampu untuk terus membantu anak-anak muda untuk mengembangkan diri mereka, melalui tulisan-tulisannya yang sangat khas.

Fan Li dan Ben Franklin adalah dua orang berbeda, yang berasal dari dua dunia yang berbeda. Namun kisah hidup keduanya patut untuk direnungkan. Fan mengubah dirinya agar bisa kembali diterima ke dalam masyarakat, sementara Franklin mempelopori perubahan dalam masyarakat itu sendiri. Fan hanya ingin agar dirinya bisa hidup dengan tenang, sementara Franklin menggunakan kecerdasan intelektual yang ia miliki untuk memberikan pencerahan bagi orang-orang, untuk menciptakan masyarakat yang manusiawi dan dermawan. Fan memberikan uang serta kekayaan kepada para tetangganya, sementara Franklin memberikan ilmu pengetahuan. Mereka berdua adalah orang-orang yang memberikan apa yang mereka miliki untuk orang banyak, mereka adalah orang-orang yang melayani masyarakat. Dan hanya orang-orang yang mau memberikan manfaat bagi orang banyak seperti mereka-lah, yang bisa mendorong kemajuan bagi masyarakat, bangsa dan negara, atau bahkan dunia.

Saya telah memberi tahukan kepada teman-teman bahwa saya sekarang memiliki anak ketiga. Saya menyayangi anak ketiga ini, dua orang putra saya juga menyayanginya, demikian pula putra putri mereka kelak. Anak ketiga ini adalah Yayasan Li Ka-shing (LKS Foundation). Sepanjang karier saya sebagai pengusaha selama lebih dari 60 tahun, saya senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar moral yakni keadilan, integritas, kejujuran, simpati dan belas kasihan, serta komitmen untuk meraih sukses berdasarkan cara-cara yang baik dan benar. Saya percaya bahwa apa yang telah saya bangun selama ini akan tetap bertumbuh di masa yang akan datang. Saya berharap bahwa kekayaan yang saya miliki bisa digunakan secara sistematis untuk memberikan manfaat bagi orang banyak. Kami ingi berkontribusi bagi kegiatan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Saya harap bahwa kita semua bisa bekerja bersama-sama untuk memelihara ‘budaya memberi’, budaya tangan diatas, untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi negara yang kita cintai, dan untuk umat manusia secara keseluruhan.

Li Ka-shing, 28 Juni 2004.

Well, bagaimana menurut anda? Untuk pidato-pidato Mr. Li yang lain, anda bisa membacanya disini, and trust me, it worth reading. Dalam banyak kesempatan, penulis selalu berkata bahwa kalau anda sudah cukup lama di stock market dan mampu untuk bertahan, maka tidak hanya kemampuan analisa yang anda miliki yang akan meningkat pesat (selain tentunya juga nilai portofolio anda), tapi anda juga akan menjadi orang yang amat sangat bijaksana. Dan dari pidato Mr. Li diatas, kita bisa belajar untuk menjadi bijaksana tersebut, yang mampu melihat bahwa ada banyak hal dalam hidup yang jauh lebih penting dan berarti, ketimbang sekedar profit and loss dari stock market. Well, memang tidak mudah untuk bisa sampai ke ‘level tertinggi’ seperti yang sudah dicapai oleh Mr. Li, namun jika kita mau berusaha dan juga mampu untuk tetap fokus, maka kita semua akan sampai kesana, amin!


Sumber : http://www.teguhhidayat.com/2017/09/belajar-dari-li-ka-shing.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar