Alkisah, dahulu di Myanmar hiduplah sepasang suami-istri. Meski hidup sederhana, mereka cukup bahagia. Sampai suatu hari sang suami memutuskan untuk mengejar impian pribadinya, yakni mengubah tanah menjadi emas.
———————————
Ya, entah dari mana ia mendengar hal tersebut, yang pasti pemuda itu begitu percaya bahwa itu tidak mustahil. Maka, siang dan malam ia sibuk mengurung diri di rumah, melakukan berbagai eksperimen dengan merebus cairan-cairan kimia.
Istrinya merasa sedih karena ambisi suaminya telah membuatnya lupa bekerja dan mencari nafkah. Terpaksa, sang istri harus bekerja keras mencari penghasilan agar mereka bisa makan.
Setiap pagi, wanita itu berangkat ke ladang milik tetangga mereka dimana ia berkerja sebagai pemetik buah. Buah-buahan tersebut kemudian dijual ke pasar dan uangnya diberikan pada pemilik ladang. Iya sendiri hanya mendapat sedikit bayaran untuk usahanya.
Tentu, istri beberapa kali perusahaan memperingatkan suaminya. “Suamiku, aku harus bekerja keras supaya kita bisa makan. Tidakkah kau ingin membantuku? Kamu mau ikut bekerja, kita bisa menabung dan membeli ladang kita sendiri.”
Namun, suaminya tidak mengindahkannya. “Aku tidak tertarik menggarap ladang,” katanya. “Aku yakin sekali aku bisa mengubah tanah menjadi emas, dan aku sudah hampir mewujudkannya. Aku hanya butuh waktu. Bersabarlah, Istriku.”
———————————
Ya, entah dari mana ia mendengar hal tersebut, yang pasti pemuda itu begitu percaya bahwa itu tidak mustahil. Maka, siang dan malam ia sibuk mengurung diri di rumah, melakukan berbagai eksperimen dengan merebus cairan-cairan kimia.
Istrinya merasa sedih karena ambisi suaminya telah membuatnya lupa bekerja dan mencari nafkah. Terpaksa, sang istri harus bekerja keras mencari penghasilan agar mereka bisa makan.
Setiap pagi, wanita itu berangkat ke ladang milik tetangga mereka dimana ia berkerja sebagai pemetik buah. Buah-buahan tersebut kemudian dijual ke pasar dan uangnya diberikan pada pemilik ladang. Iya sendiri hanya mendapat sedikit bayaran untuk usahanya.
Tentu, istri beberapa kali perusahaan memperingatkan suaminya. “Suamiku, aku harus bekerja keras supaya kita bisa makan. Tidakkah kau ingin membantuku? Kamu mau ikut bekerja, kita bisa menabung dan membeli ladang kita sendiri.”
Namun, suaminya tidak mengindahkannya. “Aku tidak tertarik menggarap ladang,” katanya. “Aku yakin sekali aku bisa mengubah tanah menjadi emas, dan aku sudah hampir mewujudkannya. Aku hanya butuh waktu. Bersabarlah, Istriku.”
Sang istri hanya menghela nafas, dan memberikan suaminya waktu untuk terus berbuat dengan percobaannya.
Akan tetapi, setelah beberapa lama dia melihat tidak ada kemajuan yang dibuat suaminya sedangkan mereka tetap hidup miskin. Akhirnya, tak tahu harus berbuat apalagi, wanita itu pergi menghadap ayahnya untuk meminta bantuan.
“Hmm, punya mimpi tinggi boleh-boleh saja tapi bukan begitu caranya” kata sang ayah setelah mendengar laporan putrinya. “Begini saja, Ayah akan bicara dengan suamimu. Katakanlah padanya bahwa Ayah akan datang kerumah kalian besok pagi.”
Putrinya mengangguk, lantas pulang dan memberitahukan kabar tersebut kepada suaminya. Mendengar berita itu, pemuda tersebut langsung pucat. Ia khawatir ayah mertuanya akan melarangnya melanjutkan upayanya. Namun, karena ia begitu hormat terhadap sang mertua, maka ia tetap bersiap-siap untuk menyambut kedatangannya.
Akan tetapi, setelah beberapa lama dia melihat tidak ada kemajuan yang dibuat suaminya sedangkan mereka tetap hidup miskin. Akhirnya, tak tahu harus berbuat apalagi, wanita itu pergi menghadap ayahnya untuk meminta bantuan.
“Hmm, punya mimpi tinggi boleh-boleh saja tapi bukan begitu caranya” kata sang ayah setelah mendengar laporan putrinya. “Begini saja, Ayah akan bicara dengan suamimu. Katakanlah padanya bahwa Ayah akan datang kerumah kalian besok pagi.”
Putrinya mengangguk, lantas pulang dan memberitahukan kabar tersebut kepada suaminya. Mendengar berita itu, pemuda tersebut langsung pucat. Ia khawatir ayah mertuanya akan melarangnya melanjutkan upayanya. Namun, karena ia begitu hormat terhadap sang mertua, maka ia tetap bersiap-siap untuk menyambut kedatangannya.
Esok paginya, sang ayah mertua datang. Secara tak terduga, ia sama sekali tidak memarahi maupun melarang menantunya. Sebaliknya, ia berbisik kepada anak menantunya: “Anakku, dulu Ayah sama denganmu, ingin mengubah tanah menjadi emas. Dan Ayah sudah hampir berhasil.”
“Oh ya?” sahut pemuda itu dengan kaget. Ia sama sekali tidak menyangka mertuanya pernah punya impian serupa. Atas permintaan sang ayah mertua, pemuda itu pun lantas dengan penuh semangat menjelaskan berbagai eksperimen yang telah ia lakukan.
“Anakku, kamu telah melakukan semua yang Ayah lakukan! Metodemu sama persis!” seru sang ayah mertua. “Tak heran kalau kau merasa sudah dekat dengan keberhasilan. Hanya saja. . ..”
“Hanya saja apa, Ayah?” potong pemuda itu.
“Kamu melupakan satu materi yang sangat penting untuk bisa mengubah tanah menjadi emas. Ketika aku menemukan hal ini, aku sudah terlalu tua untuk mengusahakannya.”
Menantunya segera berkata, “Ayah, aku masih muda dan kuat. Aku bisa mencari materi penting ini dan mewujudkan impian kita. Beri tahu aku Ayah, apa yang harus aku lakukan?”
“Ah, kau memang masih muda, Anakku,” kata sang ayah mertua. “Tapi materi ini membutuhkan kerja keras.”
“Aku sanggup bekerja keras, kok.” sahut menantunya dengan tidak sabar. “Tolong, beritahu aku apa yang harus aku lakukan!”
“Oh ya?” sahut pemuda itu dengan kaget. Ia sama sekali tidak menyangka mertuanya pernah punya impian serupa. Atas permintaan sang ayah mertua, pemuda itu pun lantas dengan penuh semangat menjelaskan berbagai eksperimen yang telah ia lakukan.
“Anakku, kamu telah melakukan semua yang Ayah lakukan! Metodemu sama persis!” seru sang ayah mertua. “Tak heran kalau kau merasa sudah dekat dengan keberhasilan. Hanya saja. . ..”
“Hanya saja apa, Ayah?” potong pemuda itu.
“Kamu melupakan satu materi yang sangat penting untuk bisa mengubah tanah menjadi emas. Ketika aku menemukan hal ini, aku sudah terlalu tua untuk mengusahakannya.”
Menantunya segera berkata, “Ayah, aku masih muda dan kuat. Aku bisa mencari materi penting ini dan mewujudkan impian kita. Beri tahu aku Ayah, apa yang harus aku lakukan?”
“Ah, kau memang masih muda, Anakku,” kata sang ayah mertua. “Tapi materi ini membutuhkan kerja keras.”
“Aku sanggup bekerja keras, kok.” sahut menantunya dengan tidak sabar. “Tolong, beritahu aku apa yang harus aku lakukan!”
Lelaki tua itu tersenyum dan berkata, “Anakku, untuk bisa mengubah tanah menjadi emas, membutuhkan bubuk perak yang ada di daun-daun pohon pisang. Tapi tidak boleh sembarang bubuk, karena buku ini haruslah berasal dari pohon pisang yang kau tanam dari hasil keringatku sendiri.”
“Ah, itu mudah saja,” sahut menantunya “Aku bisa menanam pohon pisang. Berapa banyak bubuk yang dibutuhkan, Ayah?”
“Satu kilogram,” jawab mertuanya. “Engkau yakin bisa melakukannya?”
“Tentu! Ayah lihat saja nanti!” seru pemuda itu dengan penuh semangat.
“Baiklah,” kata mertuanya. “Kalau begitu Ayah akan pinjamkan sejumlah uang untuk membeli sebidang tanah dimana kamu bisa menanam pohon-pohon pisangmu.”
“Dan engkau harus berjanji untuk tidak memberi tahu siapa-siapa, bahkan putriku sendiri,” lanjut ayah mertuanya dengan nada serius. “Ayah akan mengajarimu mantra ajaib untuk diucapkan kepada pohon pohon-pohon pisangmu.”
“Ah, itu mudah saja,” sahut menantunya “Aku bisa menanam pohon pisang. Berapa banyak bubuk yang dibutuhkan, Ayah?”
“Satu kilogram,” jawab mertuanya. “Engkau yakin bisa melakukannya?”
“Tentu! Ayah lihat saja nanti!” seru pemuda itu dengan penuh semangat.
“Baiklah,” kata mertuanya. “Kalau begitu Ayah akan pinjamkan sejumlah uang untuk membeli sebidang tanah dimana kamu bisa menanam pohon-pohon pisangmu.”
“Dan engkau harus berjanji untuk tidak memberi tahu siapa-siapa, bahkan putriku sendiri,” lanjut ayah mertuanya dengan nada serius. “Ayah akan mengajarimu mantra ajaib untuk diucapkan kepada pohon pohon-pohon pisangmu.”
Demikianlah, dengan uang pinjaman ayah mertuanya, pemuda itu membeli sebidang tanah dan mulai mengusahakannya.
Pertama-tama, dia membersihkan tanah itu dari berbagai semak belukar yang memenuhinya. Kemudian, ia mulai membajak tanah itu hingga gembur dan menabur bibit. Selama berminggu-minggu, pemuda itu bekerja keras dari saat matahari terbit hingga malam tiba.
Setelah tunas-tunas tanaman pisang bermunculan, pemuda itu mulai membisikkan mantra ajaib yang diajarkan sang mertua kepadanya. Sesudah itu, ia melanjutkan bekerja keras diladang pisangnya. Setiap hari dan sepanjang hari, pemuda itu merawat tanaman tanamannya dengan baik.
Ketika akhirnya buah-buah pisang yang ranum mulai bermunculan di pohon-pohon itu, pemuda tersebut memanennya dan menyerahkannya kepada sang istri untuk dijual ke pasar. Sementara itu, ia mengumpulkan daun-daun pisang yang ada dan mengambil bubuk perak dari atasnya. Lalu ia memasukkan bubuk perak itu ke dalam sebuah mangkuk.
Pertama-tama, dia membersihkan tanah itu dari berbagai semak belukar yang memenuhinya. Kemudian, ia mulai membajak tanah itu hingga gembur dan menabur bibit. Selama berminggu-minggu, pemuda itu bekerja keras dari saat matahari terbit hingga malam tiba.
Setelah tunas-tunas tanaman pisang bermunculan, pemuda itu mulai membisikkan mantra ajaib yang diajarkan sang mertua kepadanya. Sesudah itu, ia melanjutkan bekerja keras diladang pisangnya. Setiap hari dan sepanjang hari, pemuda itu merawat tanaman tanamannya dengan baik.
Ketika akhirnya buah-buah pisang yang ranum mulai bermunculan di pohon-pohon itu, pemuda tersebut memanennya dan menyerahkannya kepada sang istri untuk dijual ke pasar. Sementara itu, ia mengumpulkan daun-daun pisang yang ada dan mengambil bubuk perak dari atasnya. Lalu ia memasukkan bubuk perak itu ke dalam sebuah mangkuk.
Namun, rupanya bubuk perak yang berhasil ia kumpulkan hanya sedikit. Sehingga pemuda itu harus menanam lebih banyak pisang.
Dengan uang yang didapat dari panen pisang yang pertama, pemuda itu membeli beberapa bidang tanah lagi. Kali ini, ia mengusahakan bidang bidang tanah tersebut hingga menjadi lahan yang luas dan subur.
Sampai pada suatu hari, pemuda itu berhasil mengumpulkan bubuk perak hingga satu kilogram. Sesuai syarat yang diminta ayah mertuanya. Dengan gembira dia berlari ke tempat ayah mertuanya.
Saat sang ayah melihat mangkuk besar penuh bubuk perak, ia berseri-seri. “Engkau berhasil, Nak! Ayah bangga padamu.”
“Dulu Ayah telah berjanji akan mengajariku cara menghasilkan emas. Sekarang ajari aku, Ayah!” pinta menantunya dengan harap-harap cemas.
“Tentu, tapi sebelumnya, Ayah ingin engkau memanggil istrimu.”
Dengan uang yang didapat dari panen pisang yang pertama, pemuda itu membeli beberapa bidang tanah lagi. Kali ini, ia mengusahakan bidang bidang tanah tersebut hingga menjadi lahan yang luas dan subur.
Sampai pada suatu hari, pemuda itu berhasil mengumpulkan bubuk perak hingga satu kilogram. Sesuai syarat yang diminta ayah mertuanya. Dengan gembira dia berlari ke tempat ayah mertuanya.
Saat sang ayah melihat mangkuk besar penuh bubuk perak, ia berseri-seri. “Engkau berhasil, Nak! Ayah bangga padamu.”
“Dulu Ayah telah berjanji akan mengajariku cara menghasilkan emas. Sekarang ajari aku, Ayah!” pinta menantunya dengan harap-harap cemas.
“Tentu, tapi sebelumnya, Ayah ingin engkau memanggil istrimu.”
Pemuda itu memanggil istrinya, lalu mereka berdua menghadap sang ayah.
“Putriku, apa yang kau lakukan saat suamimu sibuk mengumpulkan bubuk perak?”
“Aku memastikan bahwa setiap buah pisang yang sudah matang dijual ke pasar. Dari situ, aku berhasil mengumpulkan sejumlah uang yang lantas aku tabung,” sahut wanita itu.
“Berapa banyak tabungan mu saat ini, Putriku?”
“Ayah, karena suamiku bekerja bekerja keras belakangan ini, tabungan kami pun besar nilainya,” jawabnya.
“Tunjukkan hasil tabunganmu kepada kami,” perintah ayahnya.
Sang istri pergi sebentar ke dalam kamar, lalu kembali dengan membawa dua karung emas. Suaminya terbelalak kaget saat melihatnya.
“Nah, Anakku,” kata sang ayah mertua pada menantunya. “Engkau sudah lihat sendiri, bahwa engkau telah berhasil mengubah tanah menjadi emas.
Pemuda itu pun memahami maksud ayah mertuanya. Bukan mantra ajaib atau ramuan kimia, melainkan kerja keraslah yang akan menghasilkan buah. Sungguh, ia beruntung memiliki ayah mertua yang bijaksana.
“Putriku, apa yang kau lakukan saat suamimu sibuk mengumpulkan bubuk perak?”
“Aku memastikan bahwa setiap buah pisang yang sudah matang dijual ke pasar. Dari situ, aku berhasil mengumpulkan sejumlah uang yang lantas aku tabung,” sahut wanita itu.
“Berapa banyak tabungan mu saat ini, Putriku?”
“Ayah, karena suamiku bekerja bekerja keras belakangan ini, tabungan kami pun besar nilainya,” jawabnya.
“Tunjukkan hasil tabunganmu kepada kami,” perintah ayahnya.
Sang istri pergi sebentar ke dalam kamar, lalu kembali dengan membawa dua karung emas. Suaminya terbelalak kaget saat melihatnya.
“Nah, Anakku,” kata sang ayah mertua pada menantunya. “Engkau sudah lihat sendiri, bahwa engkau telah berhasil mengubah tanah menjadi emas.
Pemuda itu pun memahami maksud ayah mertuanya. Bukan mantra ajaib atau ramuan kimia, melainkan kerja keraslah yang akan menghasilkan buah. Sungguh, ia beruntung memiliki ayah mertua yang bijaksana.
Sumber : https://tlogomulyo02.wordpress.com/category/uncategorized/dongeng/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar